Selasa, 09 Maret 2010

Pandangan Kosmologi Kejawen

1. TRI BAWANA

COSMOS => BAWANA => JAGAD

Dalam BUDAYA JAWA, manusia berasal dari UNSUR-UNSUR COSMOS (BAWAN/JAGAD) , dan berakhir kembali ke ASAL MUASAL ialah kembali ke COSMOS (BAWANA/JAGAD).
ILMU ini dalam KEJAWEN dinamakan ILMU SANGKAN PARANING DUMADI.
Arti dari Sangkan PAraning Dumadi adalah sbb:
>>> SANGKAN: asal mula, terjadi dari/BIBIT
>>> PARANING: Perjalanan atau Proses, ialah PERJALANAN dari ASAL MULA (BIBIT) atau
BERPROSES dari ASAL MULA (BIBIT).
>>> DUMADI: Terjadi atau Berwujud.
>>> ILMU: penerangan atau petunjuk.

Jadi ILMU SANGKAN PARANING DUMADI, ialah PENERANGAN atau PETUNJUK akan ASAL MULA (BIBIT), hingga BERPROSES atau PERJALANAN PEMASAKAN, hingga terjadinya DUMADI atau MENGHASILKAN PERISTIWA BERWUJUD, ialah terjadinya MANUSIA.

ILMU SANGKAN PARANING DUMADI ini, diterangkan atau dijabarkan dalam bentuk WAYANG - GAMELAN - PERLENGKAPANNYA (KELIR, BLENCONG, GEDEBOG) - DALANG - WARANGGANA, sedangkan PENONTON adalah menggambarkan SEMESTA ALAM sebagai SAKSI.

TUJUAN ILMU SANGKAN PARANING DUMADI, ialah agar MANUSIA dapat menemukan JATIDIRINYA, ialah MENGENAL BAWANANYA dalam bentuk:

1. HUBUNGAN MANUSIA dengan BAWANA PEPADANG (BAWANA ILHAMI),
dalam Kejawen dinamakan "HUBUNGAN KAWULA GUSTI". BAWANA PEPADANG
= BAWANA ILHAMI = NUR COSMOS = JAGAD PEPADANG = KAHYANGAN =
SURGAWI.

2. HUBUNGAN MANUSIA dengan DIRI PRIBADI, KEDALAMAN DIRI, BAWANA
ALIT =
JAGAD CILIK = MIKRO COSMOS.

3. HUBUNGAN MANUSIA dengan JAGAD GUMELAR = BAWANA AGENG =
SEMESTA
ALAM = MAKRO COSMOS


Paguyuban Perguruan BUDAYA "TIRTA"
Padepokan SegaraGunung.

D. Purnomo Sidhi


Kamis, 03 September 2009

Makna Busana Adat Jawa

Makna Yang Tersirat Dalam Busana Tradisional Jawa Lengkap

Busana adat Jawa biasa disebut dengan busana Kejawen mempunyai perlambang tertentu bagi orang Jawa. Busana Jawa penuh dengan piwulang sinandhi ( ajaran tersamar ) kaya akan ajaran Jawa. Dalam busana Jawa ini tersembunyi ajaran untuk melakukan segala sesuatu di dunia ini secara harmoni yang berkaitan dengan aktivitas sehari-hari, baik dalam hubungannya dengan sesama manusia, diri sendiri maupun Tuhan Yang Maha Kuasa Pencipta segalanya.
Pakaian adat yang dikenakan pada bagian kepala adalah, seperti iket, udheng : dibagian tubuh ada rasukan ( baju ) : jarik, sabuk, epek, timang dibagian belakang tubuh yakni keris dan dikenakan dibagian bawah atau bagian kaki yaitu canela.

Penutup Kepala

Untuk bagian kepala biasanya orang Jawa kuna ( tradisional ) mengenakan "iket" yaitu ikat kepala yang dibentuk sedemikian rupa sehingga menjadi penutup kepala. Cara mengenakan iket harus kenceng (kuat) supaya ikatan tidak mudah terlepas. Makna iket, dimaksudkan manusia seyogyanya mempunyai pemikiran yang kenceng, tidak mudah terombang-ambing hanya karena situasi atau orang lain tanpa pertimbangan yang matang.
Hampir sama penggunaannya yaitu udheng juga, dikenakan di bagian kepala dengan cara mengenakan seperti mengenakan sebuah topi. Jika sudah dikenakan di atas kepala, iket dan udheng sulit dibedakan karena ujud dan fungsinya sama. Udheng dari kata kerja Mudheng atau mengerti dengan jelas, faham. Maksudnya agar manusia mempunyai pemikiran yang kukuh, mengerti dan memahami tujuan hidup dan kehidupan atau Sangkan Paraning Dumadi. Selain itu udheng juga mempunyai arti bahwa manusia seharusnya mempunyai ketrampilan dapat menjalankan pekerjaannya dengan dasar pengetahuan yang mantap atau mudheng. Dengan kata lain hendaklah manusia mempunyai ketrampilan yang profesional.
• Busana Kejawen seperti beskap selalu dilengkapi dengan benik (kancing baju) disebelah kiri dan kanan.
 Lambang yang tersirat dalam benik itu adalah agar orang (Jawa) dalam melakukan semua tindakannya apapun selalu diniknik, diperhitungkan dengan cermat. Apapun yang akan dilakukan hendaklah jangan sampai merugikan orang lain, dapat , menjaga antara kepentingan pribadi dan kepentingan umum.
• Sabuk (ikat pinggang) dikenakan dengan cara dilingkarkan (diubetkan) ke badan.
 Ajaran ini tersirat dari sabuk tersebut adalah bahwa harus bersedia untuk tekun berkarya guna memenuhi kebutuhan hidupnya. Untuk itulah manusia harus ubed ( bekerja dengan sungguh-sungguh ) dan jangan sampai kerjanya tidak ada hasil atau buk ( impas/tidak ada keuntungan ). Kata sabuk berarti usahakanlah agar segala yang dilakukan tidak ngebukne. Jadi harus ubed atau gigih.
• Epek
 Bagi orang Jawa mengandung arti bahwa untuk dapat bekerja dengan baik, harus epek ( apek, golek, mencari ) pengetahuan yang berguna. Selama menempuh ilmu upayakan untuk tekun, teliti dan cermat sehingga dapat memahami dengan jelas.
• Timang
 Bermakna bahwa apabila ilmu yang didapat harus dipahami dengan jelas atau gamblang, tidak akan ada rasa samang (khawatir) samang asal dari kata timang.
• Jarik atau sinjang merupakan kain yang dikenakan untuk menutup tubuh dari pinggang sampai mata kaki.
 Jarik bermakna aja gampang serik (jangan mudah iri terhadap orang lain). Menanggapi setiap masalah harus hati-hati, tidak grusa-grusu (emosional)
• Wiru Jarik atau kain dikenakan selalu dengan cara mewiru (meripel) pinggiran yang vertikal atau sisi saja sedemikian rupa. Wiru atau wiron (rimple) diperoleh dengan cara melipat-lipat (mewiru).
 Ini mengandung pengertian bahwa jarik tidak bisa lepas dari wiru, dimaksudkan wiwiren aja nganti kleru, kerjakan segala hal jangan sampai keliru agar bisa menumbuhkan suasana yang menyenangkan dan harmonis.
• Bebed adalah kain (jarik) yang dikenakan oleh laki-laki seperti halnya pada perempuan, bebed.
 artinya manusia harus ubed, rajin bekerja, berhati-hati terhadap segala hal yang dilakukan dan " tumindak nggubed ing rina wengi " (bekerja sepanjang hari)
• Canela mempunyai arti " Canthelna jroning nala " (peganglah kuat dalam hatimu) canela sama artinya Cripu, Selop, atau sandal.
 Canela selalu dikenakan di kaki, artinya dalam menyembah kepada Tuhan Yang Maha Kuasa, hendaklah dari lahir sampai batin sujud atau manembah di kaki-NYA. Dalam hati hanyalah sumeleh (pasrah) kepada kekuasaan Tuhan Yang Maha Esa.
• Curiga lan warangka. Curiga atau keris berujud wilahan, bilahan dan terdapat di dalam warangka atau wadahnya. Curiga dikenakan di bagian belakang badan.
 Keris ini mempunyai pralambang bahwa keris sekaligus warangka sebagaimana manusia sebagai ciptaan dan penciptanya Yaitu Tuhan Yang Maha Kuasa, manunggaling kawula Gusti. Karena diletakkan di bagian belakang tubuh, keris mempunyai arti bahwa dalam menyembah Tuhan Yang Maha Kuasa hendaklah manusia bisa untuk ngungkurake godhaning setan yang senantiasa mengganggu manusia ketika manusia akan bertindak kebaikan.

Kalender Spiritual Jawa

Kalender Jawa sama halnya dengan kalender-kalender yang lain menunjukkan tahun, bulan, tanggal dan hari dari suatu saat. Dalam kalender ini selain ada tujuh hari, minggu sampai dengan sabtu juga ada lima hari pasaran : kliwon, legi, pahing, pon dan wage. Di Jawa kedua macam hari itu digabungkan untuk mengingat kejadian-kejadian yang penting, misalnya seseorang lahir hari Minggu-Kliwon atau Minggu-Wage; seseorang meninggal hari Jumat-Legi atau Jumat –Pon.
Sultan Agung yang terkenal, ratu binatara kerajaan Mataram kedua lahir dan wafat pada Jumat-Legi. Beliau itu dihormati sebagai ratu bijak di tanah Jawa. Proklamasi Kemerdekaan Republik Indonesia 17 Agustus 1945 adalah juga pada Jumat-Legi. Orang tradisional biasanya tidak akan kawin atau melakukan hal-hal yang penting, pada saat yang dianggap “Hari Jelek” antara lain hari kematian orang tuanya.

Simbol perputaran hidup


Kalender Jawa menunjukkan perputaran hidup antara manusia dimana hidup itu diciptakan oleh Gusti, pencipta Jagad Raya, Tuhan Yang Maha Kuasa.

Tahun
Terdapat delapan nama dari tahun Jawa, misalnya tahun internasional 1999 sama dengan tahun Jawa, Ehe 1932 yang dimulai sejak bulan Sura, bulan pertama. Nama-nama tahun tersebut adalah sebagai berikut :

1. Purwana • Alip, artinya ada-ada (mulai berniat)
2. Karyana • Ehe, artinya tumandang (melakukan)
3. Anama • Jemawal, artinya gawe (pekerjaan)
4. Lalana • Je, artinya lelakon (proses, nasib)
5. Ngawana • Dal, artinya urip (hidup)
6. Pawaka • Be, artinya bola-bali (selalu kembali)
7. Wasana • Wawu, artinya marang (kearah)
8. Swasana • Jimakir, artinya suwung (kosong)

Kedelapan tahun itu membentuk kalimat: ada-ada tumandang gawe lelakon urip bola-bali marang suwung. Terjemahan bebasnya kurang lebih : mulai melaksanakan aktifitas untuk proses kehidupan dan selalu kembali kepada kosong.
Tahun dalam bahasa Jawa itu wiji (benih), kedelapan tahun itu menerangkan proses dari perkembangan wiji (benih) yang selalu kembali kepada kosong yaitu lahir-mati, lahir-mati selalu berputar

Nama-nama Bulan

Satu tahun terdiri dari 12 bulan yang menunjukkan Sangkan Paraning Dumadi (asalnya dari mana dan akan pergui kemana), disini ada 12 proses yaitu :
1. Warana • Sura, artinya rijal
2. Wadana • Sapar, artinya wiwit
3. Wijangga • Mulud, artinya kanda
4. Wiyana • Bakda Mulud, artinya ambuka
5. Widada •Jumadi Awal, artinya wiwara
6. Widarpa • Jumadi Akhir, artinya rahsa 7. Wilapa • Rejep, artiya purwa
8. Wahana • Ruwah, artinya dumadi
9. Wanana • Pasa, artinya madya
10. Wurana • Sawal, artinya wujud
11. Wujana • Sela, artinya wusana
12. Wujala • Besar, artinya kosong

Setiap eksistensi dari hidup manusia baru dimualai dengan Rijal (sinar hidup yang diciptakan oleh kekuatan gaib dari Gusti Tuhan). Perputaran hidup manusia adalah dari rijal kembali ke rijal melalui suwung (kosong). Dari bulan pertama sampai dengan bulan ke sembilan manusia baru tersebut berada di kandungan ibu dalam proses untuk mengambil bayi hidup yang sempurna, siap untuk lahir; dari bulan kesepuluh dia menjadi seorang manusia yang hidup didunia ini. Bulan kesebelas melambungkan akhir dari pada eksistensinya didunia ini yaitu, wusana artinya sesudahnya. Yang terakhir adalah suwung artinya kosong, hidup pergi kembali dari mana hidup itu datang. Dengan kehendak Gusti hidup itu kembali lagi menjadi rijal, inilah perputaran hidup karena hidup itu abadi.

Ada kalanya orang tua bijak memberikan nasihat sebaiknya setipa orang itu tahu inti dari Sangkan Paraning Dumadi atau purwa, madya, wusana. Sehingga orang akan selalu bertingkah laku yang baik dan benar selama diberi kesampatan untuk hidup didunia ini.

Dino pitu (hari tujuh)

Nama hari ini dihubungkan dengan sistem bulan-bumi. Gerakan (solah) dari bulan terhadap bumi adalah nama dari ke tujuh tersebut.
1. Radite • Minggu, melambangkan meneng (diam)
2. Soma • Senen, melambangkan maju
3. Hanggara • Selasa, melambangkan mundur
4. Budha • Rabu, melambangkan mangiwa (bergerak ke kiri)
5. Respati • Kamis, melambangkan manengen (bergerak ke kanan)
6. Sukra • Jumat, melambangkan munggah (naik ke atas)
7. Tumpak • Sabtu, melambangkan temurun (bergerak turun)

Hari Pasaran lima

Hari-hari pasaran merupakan posisi sikap (patrap)dari bulan
1. Kliwon • Asih, melambangkan jumeneng (berdiri)
2. Legi • Manis, melambangkan mungkur (berbalik arah kebelakang)
3. Pahing • Pahit, melambangkan madep (menghadap)
4. Pon • Petak, melambangkan sare (tidur)
5. Wage • Cemeng, melambangkan lenggah (duduk)

Tanggal

1. Tanggal pertama tiap bulan Jawa, bulan kelihatan sangat kecil-hanya seperti garis, ini dimaknakan dengan seorang bayi yang baru lahir, yang lama-kelamaan menjadi lebih besar dan lebih terang.
2. Tanggal 14 bulan Jawa dinamakan purnama sidhi, bulan penuh melambangkan dewasa yang telah bersuami istri.
3. Tanggal 15 bulan Jawa dinamakan purnama, bulan masih penuh tapi sudah ada tanda ukuran dan cahayanya sedikit berkurang.
4. Tanggal 20 bulan Jawa dinamakan panglong, orang sudah mulai kehilangan daya ingatannya.
5. Tanggal 25 bulan Jawa dinamakan sumurup, orang sudah mulai diurus hidupnya oleh orang lain kembali seperti bayi layaknya.
6. Tanggal 26 bulan Jawa dinamakan manjing, dimana hidup manusia kembali ketempat asalnya menjadi rijal lagi.
7. Sisa hari sebanyak empat atau lima hari melambangkan saat dimana rijal akan mulai dilahirkan kembali kekehidupan dunia yang baru.

Proses perputaran hidup ini dinamakan cakramanggilingan (cakra = senjata berbentuk roda yang bergigi tajam, manggilingan = selalu berputar). Manusia yang berbudi baik selalu mengikuti jalan yang diperkenankan oleh Yang Kuasa orang terdebut akan dituntun mengetahui sanggkan paraning dumadi (datang ke dunia berawal suci hidup didunia berhati dan berperilaku suci dan kembali dalam keadaan suci lagi)

Dino Neptu Warna Pasaran Neptu Warna
Akad 5 Hijau Legi 8 Putih
Senen 4 Biru Paing 5 Abang
Selasa 3 Cokelat Pon 9 Kuning
Rebo 7 Putih Wage 7 Ireng
Kemis 8 Abang Kliwon 4 Ungu
Jemuah 6 Kuning
Sebtu 9 Hitam

Sasi Neptu Tahun Neptu
Sura 7 Alip 1
Sapar 2 Ehe 5
Rabingulawal 3 Jimawal 3
Rabingulakir 5 Je 7
Rejeb 2 Wawu 6
Ruwah 4 Jimakir 3
Pasa 5
Sawal 7
Dulkaidah 1
Besar 3

Kebatinan

Kebatinan
Kebatinan ; KEBATOSAN, adalah diambil dari bahasa Jawa; BATIN (innermost-self), adalah laku yang secara metafisika mencari kedamaian dan keharmonisan didalam hatinya yang paling dalam, hubungannya dengan alam semesta dan hubungannya dengan Tuhannya. Pandangan kepercayaan orang Jawa tentang kombinasi okultisme, metafisika, mistik, dan doktrin luar lainnya cenderung memberikan contoh perpaduan pada orang diri Jawa.
Idealisme orang Jawa mengkobinasikan kebijaksanaan seseorang dengan waskita dan sempurna.  WISDOM (WICAKSANA), PSYCHE (WASKITA) dan PERFECTION (SEMPURNA). Pengikutnya haruslah bisa mengontrol dirinya atau hawa nafsunya, menjauhkan diri dari hingar bingar dan kesenagan duniawi, sehingga dia bisa mendapatkan keharmonisan hidup berupa pepadhang/pencerahan dan keterpaduan jiwanya dengan alam semesta. Bisa dikatakan secara umum, bahwa pengikut Kebatinan mempercayai keberadaan kesadaran yang sangat luar biasa didalam dunia kosmos yang berupa perhatian umat manusia dimasa yang akan datang, yang berupa kontrol diri dan petunjuk jalan hubungan dan tujuan kehidupan manusia. Untuk mengetahui keadaan hanya bisa dilakukan dengan cara meditasi.
Terdapat beberapa teknik meditasi atau dikenal dengan TAPA: TAPA KALONG melakukan laku tapa seperti Kalong  Kalong dalam bahasa Jawa adalah nama hewan pengerat pemakan buah-buahan di malam hari, pada siang hari dia tidur dengan kepalanya dibawah dan kakinya menggantung didahan pohon, TAPA GENI atau laku tapa dengan cara tidak terkena sinar apapun. TAPA SENEN KEMIS, TAPA MUTIH adalah laku tapa hanya makan nasi putih atau tidak memakai gula dan garam, dan TAPA NGEBLENG atau tapa didalam ruangan gelap selama beberapa hari, TAPA NGULER atau sering disebut dengan vegetarian karena hanya makan buah-buahan dan sayuran.
Pada saat mereka puasa, dilakukan beberapa hari lamanya atau sampai tujuannya tercapai, ada juga yang melakukan selama 40 hari penuh. Puasa bagi orang Jawa merupakan latihan umum untuk melatih kedisiplinan diri; atau melatih jasmani dan rokhaninya dari keinginan secara emosianal. Mereka melakukannya menurut keyakinan mereka sendiri untuk mencari pemenuhan kebutuhan spiritual dan emosional. Pelaksanaan puasa ini terlepas dari ritual puasa agama masing-masing individu dan biasanya dilakukan dengan sangat rahasia atau atas perintah sang guru.

Kejawen 3

Memperkenalkan moral tingkah laku, etika dan tridisi orang
Jawa.

a. BUDI PEKERTI; Good Conduct of Life / Good Morality/Virtue
Hal ini adalah sangat penting sebagai tuntunan moral orang Jawa tradisional. Seseorang yang mengenal dan mempunyai Budi Pekerti, dalam hidupnya pastilah selalu selamat; Slamet; seperti yang diharapkan dalam hidupnya jauh dari banyak perkara.
Ucapan berkah dari orang tua dan berkah dari orang yang lebih tua pasti dan selalu terdapat kata “Slamet”, Selamat atau “safe life”. Budi pekerti adalah induk dari dari segala jenis etika, etiket, tingkah laku yang baik, serta tuntunan hidup baik dan benar, dll.. Pada awalnya dilakukan atau diajarkan dari orang tua mereka dan keleuarga mereka di rumah kemudian oleh masyarakat secara langsung dan tidak langsung.
Cerita dalam WAYANG (shadow puppet performance) adalah salah satu sumber ilmu Budi Pekerti untuk kalangan muda. Akan tetapi banyak juga cerita wayang yang menceritakan tentang hidup sejati atau uripsejati (true life) yang sering dikenal dengan MANUNGGALING KAWULA lan GUSTI: manunggal = unity) The Unity of Servant & Lord. Dengan cerita wayang itulah orang Jawa seringkali bisa melihat dirinya sendiri, sehingga itu wayang masih populer sampai pada saat ini.

Cerita wayang itu diantaranya adalah:

1. Cerita tentang kebaikan dan keburukan, yang pada akhirnya diakhiri dengan kebaikan, akan tetapi setiap waktu keburukan itu selalu mengikuti.
Ikutilah seperti apa yang dilakukan oleh keluarga Satriya; Pandawa, yang dinobatkan mempunyai karakter selalu menghormati dan kesopanan. Berperang untuk kebenaran, untuk kesejahteraan umat manusia dan bangsa. Mereka belajar serius tentang spiritual, dan mereka menggunakan kekuatan supernatural mereka untuk mencapai cita-cita itu.
Janganlah meniru kelakuan Kurawa dan kroninya. Mereka tidak pernah menghormati, rakus akan kekuasaan dan materi dunia, kasar, dan tidak sopan. Mereka tampaknya dipenuhi oleh hawa nafsu keserakahan dan angkara murka. Mereka itu raksasa hutan. Dalam bahasa Jawa disebut Butho; yang berarti orang yang buta matanya tidak bisa melihat mana yang baik dan mana yang tidak benar, baik atau jahat, benar dan salah, rakus, haus darah, egois, dll. Atau melambangkan semua karakter jelek.

2. Penghuni di alam jagat raya ini tidak hanya manusia dan binatang. Didalamnya juga ada makhluk lain seperti roh (jahat dan baik) atau istilah populernya dikenal dengan "MAHLUK ALUS" (The unseen spirits)  (mahluk = creatures, alus = unseen). Para dewa dewi sebagai penghuni Kahyangan (The abode of Gods), serta kekuatan yang mengatur semua alam jagat raya ini merupakan kekuatan Tuhan (Supreme God).

3. Kehidupan seseorang, keberadaanya dan nasib hidupnya telah diberikan dan ditunjukkan (pre-destined ) dengan kekuatan milik Tuhan.

4. Semau manusia diharuskan untuk berterimakasih dan memuja Tuhan karena telah diberikan sebuah kesempatan untuk hidup didunia. Janganlah sesekali mengeluh kepada-Nya ketika kamu sedang dalam penderitaan, gantilah keadaan itu selalu untuk dekat kepada-Nya.

Legenda di tanah Jawa banyak memberikan contoh:
1. Aturan Raja yang adil dan tidak adil.
2. Kelicikan dan penghormatan
3. Pahlawan dan pengkhianat
4. Bangsa yang damai dan sejahtera serta yang penuh kekacauan.
5. Rakyat sebagai kekuatan poitik dan kecanduan kekuatan politik.
6. Masayarkat yang ADIL (Just; Fair; Peace), MAKMUR (Prosperous), Tata Tentrem Kerta Raharja dimana aturan, kedamaian, keamanan, dan kebahagiaan selalu dijunjung tinggi sebagai ideologi sosial masyarakat Jawa.

Dari orang tua dan keluarga, guru dan masyarakat, orang Jawa saling belajar dari antara mereka seperti:

1. TATA KRAMA atau ETIKA ( To be Polite or Etiquette).
TATA KRAMA (To be polite or etiquette) adalah menyangkut masalah tingkah laku jasmani seperti bagaimana cara duduk, cara makan, cara berbicara, dll. Dengan orang yang lebig tua dan orang yang lebih tinggi posisinya mereka menggunakan bahasa Jawa yang disebut KRAMA INGGIL (refined language). Dengan temannya mereka seringkali menggunakan bahasa Jawa NGOKO (low level). Hampir semua kata-kata yang digunakan dalam kedua jenis tingkatan bahasa, baik KRAMA INGGIL & NGOKO sangatlah berbeda. Bahasa jawa sangatlah istimewa dan unik, dan sangat tepat untuk membuktikan adanya etika atau TATA KRAMA (etiquette)

2. MENGHORMATI (To be Respect).
Harus selalu menghormati orang tua, orang yang lebih tua, guru, leluhur, dll, tidak selalu untuk menutup kemungkinan menghormati orang yang lebih muda, mereka juga diperlakukan dengan penuh penghormatan juga, seta bagi orang-orang yang lebih tinggi atau lebih rendah posisinya.
Hal ini sering disebut juga TATA SUSILA (ethics) yang didalamnya orang Jawa haruslah:
• KEJUJURAN; tidak curang, siap untuk membantu orang lain. Selalu siap untuk menjauhi Ma-Lima (Five bad conducts in Javanese language starting with ma-lima); MAIN - gambling; MADON - commit adultery; MABUK - excessive alcoholic drinking; MANGAN – include using opium, smoking, drugs, narcotics, etc; MALING - stealing. Kesemuanya itu yang secara kebutuhan ragawi bisa merusak dan merugikan, oleh karen itu harus selalu dihindarkan.
• Selalu melakukan kelakuan yang baik dan benar untuk menghindari kesalahan dan melindungi reputasi yang baik dan benar, oleh karena itu orang Jawa selalu merasa “ISIN atau Malu” (to feel ashamed). Rasa "ISIN" mengacu kepada tingkah laku yang salah, yang bagi orang Jawa lebih ditegaskan lagi sebagai kehilangan kehormatan dirinya.
• RUKUN; (To maintain harmony), diartikan sebagai bebas dari konflik dalam keluarga, tetangga, penduduk desa, bangsa dan dunia. Keharmonisan kehidupan diantara mereka adalah sangatlah penting. Faktanya apabila terdapat kerusakan dalam diri manusia itu berarti mereka mengacu kepada orang yang tidak bertanggung jawab. Hanya sebagian kecil kerusakan diri manusia disebabkan oleh gangguan binatang atau roh. Semboyan yang sangat terkenal dikalangan orang Jawa adalah RUKUN AGAWE SANTOSA (Peaceful and harmony makes us strong).
• SABAR (To be patient) , mampu mengendalikan dirinya.
• NRIMA (To be acceptful) mampu menerima nasib hidupnya didunia ini dan tidak mencemburui segala sesuatu yang dimiliki orang lain (kesuksesan, keberhasilan, kekayaan, dll.)
• Sifat AKU ( Don't be selfish, to act only for his own interest.) melakukan segala sesuatu untuk ditrinya sendiri.
SEPI ING PAMRIH RAME ING GAWE, dalam artian yang lebih luas sebagai hakekat hidup yang lepas dari sifat ke-AKUan (free of self interest) dan siap sedia untuk bekerja keras untuk komunitas sosial dan kesejahteraan seluruh isi dunia, tidak mengharapkan sesuatu apapun; pamrih imbalan jasa. (RAME >< SEPI = tidak mengharapkan sesuatu sebagai balas jasa; expecting nothing for the good deed, GAWE = siap bekerja dengan keras. ready to work hard seriously or to organize, etc.)

b. SLAMETAN; Ritual Ceremonial
Hal ini sangatlah penting dari setiap tradisi ritual. Doa-doa dilakukan oleh tetangga atau saudara dekat dan beberapa kerabat dekat lainnya dalam bentuk upacara sesaji, yang biasanya terdapat TUMPENG (offering of rice cone) dan beberapa bentuk hidangan lainnya, beberapa macam buah-buahan, dedaunan, bunga, dll. SLAMETAN berasal dari kata "SLAMET atau Safe” yang sangat difokuskan untuk jujuan keselamatan, ritual penghormatan hari kelahiran, dsb.

b. GOTONG ROYONG; Mutual cooperation; assistance
Adalah bentuk kerjasama yang solid berdasarkan kesadaran dan atas dasar petimbangan yang matang untuk menolong sesama, terutama dilingkungan tetangga atau sesama penduduk desa. Diantaranya adalah acara bersih desa, membangun jalan desa, menjaga keamanan sesama penduduk desa atau tetangga, membantu tetangga yang sedang dalam kesusahan seperti meninggalnya seseorang, kebakaran, dsb.

c. MAMAYU HAYUNING BAWANA; To Preserve The Beauty of The World
Seperti yang disebutkan dengan konsep “MAMAYU HAYUNING BAWANA” yang masih berlaku hingga pada saat ini adalah tonggak yang terkuat didalam ajaran Kejawen . Untuk mempelajari hal ini adalah sangat sulit apabila tidak mengerti dan dipahami terlebih jauh lagi tentang praktek Kejawen tanpa mengimplementasikan prinsip ini. Karena pada dasarnya ini berarti: menjaga kelestarian lingkungan alam jagat raya untuk kesejahteraan umat manusia.
Beberapa orang Jawa yang melestarikan jalan hidup secara tradisional, dalam beberapa kesempatan yang tepat boleh dikatakan kehidupan manusia harus selalu dalam keadaan baik, selamat dan sejahtera apabila setiap orang ingin mempraktekkan prinsip hidup “MAMAYU HAYUNING BAWANA” secara luas. Di Jawa, kalimat ini sangat populer dan selalu terbuka dan diucapkan berkali-kali oleh tokoh masyarkat; tua-tua; guru spiritual yang dikenal dengan PINISEPUH (elderly wise people).
Untuk lebih jelasnya dalam artian yang benar disini dijelaskan bahwa “MAMAYU HAYUNING BAWANA” berarti melestarikan keindahan dunia, bisa diartikan sebagai mengerjakan sesuatu untuk kesejahteraan dunia dengan segala sesuatu yang ada didalamnya. Bisa diambil catatan sbb: HAYUNING BAWANA (HAYU; AYU- beautiful; BAWANA- universe; world; earth). Persepsi orang Jawa mengatakan bahwa dunia itu sangat indah, dunia itu sendiri adalah alam yang indah sumber kehidupan, sangat berarti bagi manusia dan mahluk hidup. Haruslah dihaga dan dirawat, dilestarikan dan dilindungi dengan cara yang terbaik. Oleh siapa??.. tentunya oleh manusia itu sendiri sebagai penduduk dunia secara luas yang menerima sebanyak-banyak karya cita alam jagat raya dunia untuk menyambung hidupnya. Manusia harusnya tidak lupa akan hal ini bahwa dia tidak bisa dilepaskan oleh alam.
Beberapa orang bijak ahli lingkungan sering mengatakan "If you do any harm to the world, to the environment, you do harm to yourself" – apabila kamu merusak dunia, kepada lingkungan itu sama saja kamu merusak dirimu. Manusia adalah faktor utama untuk menjaga dunia ini dalam keadaan yang baik. Dan beberapa aturan-aturan banyak diciptakan untuk melindungi dunia dan segala isinya dari kerusakan. Semau orang/manusia haruslah waspada sebagai bagian kecil dari “BAWANA”' (world; earth), haruslah mempunyai kesadaran tinggi untuk melestarikan dunia demi kesejahteraan umat manusia.
Di dalam Kejawen selalu ditegaskan bahwa tidak ada yang lainnya kecuali GUSTI (Creator of life, the Creator of the Universe, God the Almighty) yang mampu menciptakan segala bentuk kehidupan didunai ini. Manusia haruslah menghormati-Nya, memuja-Nya. Hal ini merupakan bentuk keharmonisan secara vertikal antara manusia dangan Tuhannya, serta manusia juga harus mampu untuk menciptakan keharmonisan hidup terhadap sesama manusia dan lingkungannya, yang sering dimanifestasikan atau diwujudkan sebagai hubungan secara horisontal.
Dia sendiri harus mengetahui kegnaan sumber daya alam dan kekuatan alam. Setiap bagian dari alam mempeunyai tugas dan fungsi masing-masing dan sifatnya juga sendiri-sendiri. Oleh karena itu barangsiapa yang mencari ilmu sejati atau NGELMU SEJATI = KASUNYATAN; The Reality) kadangkala melakukan laku meditasi dibeberapa tempat untuk mendapatkan wahyu; yang sering orang Jawa disebut dengan pepadhang.
Manusia dengan karakter pepadhang atau Satriya (warrior) selalu siap sedia dalam membantu siapapun dan apapun. Seorang Ksatriya;Satriya yang dalam artian lebih luas lagi adalah seseorang dengan pandangan pikiran yang jujur, sehingga dalam tugasnya dia berperan sebagai:
1. Memberikan contoh yang baik dari kelakuannya untuk kepentingan semuanya termasuk bagi negaranya.
2. Menjadi pelindung yang baik bagi yang memerlukan pertolongannya.
3. Membantu bagi yang memerlukannya.
4. Sangat bijaksana untuk memberikan pengampunan bagi orang bersalah kepadanya.

Seorang SATRIYA (warrior) adalah seorang yang percaya kepada Tuhannya, dalam beberapa aspek kehidupan spiritualnya, dia juga mempunyai kemampuan untuk “OLAH RASA” (true feeling) dengan mempraktekkan kekuatan rasa sejatinya. Olah rasa (spiritually) adalah RASA SEJATI, yang hanya bisa dipenuhi dengan jalan meditasi. MEDITASI; Meditation ( adalah laku bermeditasi yang biasanya dilakukan dengan jalan keluar rumah pada malam hari beberapa menit lamanya, berada dibawah langit terbuka adalah sangat berguna untuk menggabungkan getaran alam dengan dirinya. Hal ini adalah sangat penting untuk mendekatkan dirinya kepada kekuatan alam berupa angin (wind), air (water), api (fire) dan tanah (land).
Untuk menolong orang lain adalah sesuatu yang berarti bagi dirinya, akan tetapi sebelum memutuskan untuk menolongnya dia haruslah melakukan latihan kedalaman spiritual sehingga dia kuat/tidak goyah, cara terbaik adalah bila dia sudah benar-benar mengenal akan Tuhannya.

Kejawen 2

Terdapat 3 tingkatan dalam pengetahuan Kejawen :
1. Tingkat pertama: disebut dengan KANURAGAN, diambil dari kata "RAGA" atau “Jasmani – The body”. Pada dasarnya tingkatan ini untuk para anak muda, tubuh mereka menjadi bisa kebal terhadap serangan benda tajam, seperti pisau, belati, bahkan sampai anti peluru. Berdasarkan dari hasil mengolah raga ini, mereka lebih mempercayainya sebagai tingkat kekuatan supernatural atau mistis.
2. Tingkat kedua: disebut dengan KASEPUHAN, diambil dari kata "SEPUH" atau “Tua – The old”, pengetahuan ini biasanya juga bisa dapat untuk memnyembuhkan penyakit, akan tetapi pada dasarnya diperuntukkan sebagai penghormatan hari lahir seseorang atau dikenal dengan “Slametan Wetonan”,; Slametan diambil dari kata “Slamet” ; dengan diadakannya acara ritual ini diharapkan datangnya keselamatan bagi seseorang, baik selamat dari mara bahaya atau sakit penyakit (well being)

3. Tingkat ketiga: disebut dengan NGELMU SEJATI; (True knowledge) KASUNYATAN (True Reality), pengetahuan ini bagi seseorang yang baik dan bijaksana dan berhasil mencapai tingkatan ini bisa melihat secara nyata kejadian yang terjadi dalam hidupnya atau kebenaran sejati. Dengan perkataan lain sudah tidak ada lagi rahasia dalam hidupnya; semuanya menjadi kenyataan.

Biasanya seseorang yang telah dapat sampai pada tingkat Kasunyatan kuranglah begitu memuaskan dirinya, yaitu sebuah pengetahuan tentang yang sering disebutkan oleh orang Jawa JUMBUHING KAWULO LAN GUSTI; Harmonious relation between servant & Lord/God. Walaupun juga seseorang telah benar-benar faham tentang ngelmu Kasepuhan, kadangkala mereka juga sering khawatir dan sering juga tidak menemukan kedamaian sejati (inner peaceful feeling), mereka pergi dan mencari guru spiritual atau Guru untuk mendapatkan wawasan yang lebih dari sekedar memecahkan persoalan hidup.
Untuk menguasai ilmu Kasunyatan( True knowledge; True Reality) membutuhkan waktu yang sangat panjang sekali, karena hal ini berkaitan dengan latihan kesetiaan atau untuk menjadi setia, dan latihan menggunakan getaran kekuatan batin yang bersih. Hanya seseorang yang benar-benar telah matang usia, jujur, bijaksanalah yang dapat mencapai tingkatan ini, dengan demikian juga itupun harus melalu proses “perijinan” dari yang Maha tinggi.

Kejawen 1

Pengenalan Kejawen.

Orang-orang kuno dari Jawa sejak 3000 tahun SM. yang dikenal dengan sebutan penanam padi (wet-rice cultivation). Sistem pertanian ini membutuhkan kerjasama yang erat diantara penduduk desa, yang sampai dengan saat ini masih tetap berjalan. Penduduk desa haruslah mempunyai kesadaran yang tinggi untuk pengelolaan seperti halnya pada pengaturan yang sangat rumit menjadi kerjasama yang mudah, menguntungkan semua pihak yang terlibat. Disamping sistem penanaman padi (wet-rice cultivation), orang Jawa juga sangat mengenal diantara mereka sendiri ilmu perikanan, ilmu perbintangan (astronomy), bertenun kain, batik(traditional cloth painting),gamelan (traditional music instruments) dan seni pertunjukan wayang (lather shadow puppet performance). Sebelum datangnya Hindhu dan beberapa agama besar lainnya dari dunia luar, orang Jawa telah mempunyai budaya dan kepercayaan sendiri.

Di beberapa upacara tradisional orang Jawa, ritual kuno masih tetap dilaksanakan sampai dengan saat ini. Hal ini membuktikan bahwa orang Jawa adalah sangat cermat dan pandai dalam hal melestarikan identitas berharga mereka. Disamping keberadaan mereka yang telah beragama Hindhu, Budha, Islam, Kristen dan Katolik, yang secara luas telah dikenal sebagai agama, beberapa penduduk asli masih tetap menjalankan sistem kepercayaan Kejawen atau Kebatinan sampai sekarang ini terus berlanjut.

Kejawen berasal dari kata JAWA (JAVA) : JAVANISM, adalah pengetahuan spiritual orang jawa dalam pencarian jalan hidup yang baik dan benar, sehingga orang yang mengamalkannya; berlatih dari ajaran ini dengan benar dan secara ikhlas sudah seharusnya menemukan jalan spiritual menuju kehidupan yang nyata atau URIP SEJATI (URIP = Life, SEJATI = True) mencapai keharmonisan hubungan antara pelayan dan Tuhan, yang dalam bahasa Jawa dikenal dengan JUMBUHING KAWULO GUSTI (JUMBUH = a good, harmonious relation, KAWULA = servant, GUSTI = Lord, God). Hal ini adalah kenyataan; (Jawa:KASUNYATAN - The Reality,). Sedangkan Kebatinan berasal dari kata BATIN (innermost-Self, spiritual.) jadi Kebatinan berarti ilmu spirtitual yang pada umumnya mudah dimengerti sebagai ajaran kepercayaan spiritual pada satu Tuhan.

Beberapa pendapat juga banyak mengartikan bahwa Kejawen juga sangat lebih luas lagi dari sekedar Kebatinan , karena berisi tentang Kebatinan itu sendiri, cara atau jalan berpikir, seni, budaya dan tradisi, dll.. Keberadaan Kejawen itu sendiri, juga tidak bisa ditinggalkan dari cara jalan pikir dan kehidupan orang Jawa, alam semesta dan tradisi.

Pandangan umum orang Jawa yang masih berlaku sampai pada saat ini adalah konsep MAMAYU HAYUNING BAWANA – yaitu menjaga kelestarian kecantikan dunia ini yang dalam artian yang lebih luas berarti menjaga alam semesta ini untuk kesejahteraan semua mahkluk yang ada didalamnya. Secara alamnya, orang Jawa dikenal juga sebagai ahli lingkungan (environmentalist), pelestari lingkungan hidup yang sangat jelas sekali ditunjukkan dalam pengadaan tradisi dan ritual. Hidup dalam keharmonisan adalah yang utama – keharmonisan hubungan antara orang perorangan dengan masyarakatnya, keharmonisan hubungannya dengan alam semesta, keharmonisan hubungannya dengan Tuhan-nya; sebagai perwujudan TRIBAWANA. (Trinity of Universe.)

Semenjak umur masih muda, orang Jawa telah dididik secara baik oleh orang tua mereka, keluarga atau saudaranya, masyarakat, guru dll..pelajaran tentang kepercayaan kepada Tuhan, moral dan tingkah laku, etika, dll. Beberapa orang Jawa yang lebih tua selalu mengatakan bahwa agama itu baik adanya. Sejauh ini tidak ada konflik pada orang Jawa yang mengacu kepada perbedaan agama. Sampai saat ini kerajaan di Jawa, Yogyakarta & Surakarta masih tetap melaksanakan tradisi dan upacara besar seperti pada masa lampau hingga pada saat ini.

KASUNYATAN; adalah kenyataan dari segala bentuk dan manifestasinya, dari yang berbentuk sangat halus sekali sampai dengan yang paling kasar sekali, adalah pemahaman dari kesatuan bagian yang utuh tidak hanya berwujud sebuah benda, tetapi merupakan sebuah elemen yang memberikan keberadaan sebagai sebuah kesatuan. Di dalam Kejawen kita tidak menemui perbedaan pandangan dualistis yang menyebabkan pembedaan antara Pencipta dan Yang diciptakan dan tidak hanya disitu saja, hubungan diantaranya adalah berupa sebuah perpaduan antara mikrokosmos dan makrokosmos yang telah secara dengan jelas dan sungguh menyatu.

Didalam konteks ini manusia keberadaannya adalah nol – tidak ada, akan tetapi merupakan sebuah mikrokosmos yang berisi segala manifestasi makrokosmos didalamnya dan oleh karena itu manusia adalah seperti sebuah tempat yang sangat potensial untuk keharmonisan alam jagat raya dengan dirinya, antara jasmani dan rokhaninya. Dia adalah titik temu yang memungkinkan sekali dari hukum rasional dan iirasional atau yang nalar dan yang tidak nalar, yang diketahui dan yang tidak diketahui, antara manusia dengan Tuhannya. Disamping itu, mikrokosmos yang kecil ini, yaitu manusia, didalamnya terdapat beragam tingkatan kenyataan secara mikrokosmik, mereka juga mewakili kahadiran makrokosmos, pada dasarnya memang merupakan fenomena yang berbeda, tetapi bagaimanapun juga secara substansi bayak persamaan didalam intinya.

Oleh karena itu manusia Jawa sangat jelas memandang sesuatu dari dunia “ini” dan atau “itu”, disana tidak ditemukan ruang untuk jenis pembedaan makna itu, seperti pandangan hidup orang negara Barat. Pasangan yang berlawanan seperti obyek dan subyek, jasmani dan rokhani, positif dan negatif, pada orang pandangan Jawa berubah menjadi sesuatu yang sangat berbeda arti dan maknanya. Pada dasarnya mereka menghilangkan karakter yang berlawanan dengan dirinya dan menjadi ukuran yang sangat relatif yang dipakai untuk menghubungkan mereka dan mereka berdiri sebagai intisari yang berlaku diantara mereka. Pada poin ini etika menjadi masalah yang sangat tidak relevan dibandingkan dengan paham diatas, oleh karena itu orang Jawa sering mengatakannya dengan; kuwi nyatane ngono; itu adalah kenyataan; that’s the reality, dan ini dan hanya satu-satunya paham yang kita anut selama ini.